Seorang
wanita sudah bergegas untuk kelahiran seorang anak lelaki pertamanya. Kamis, 21
Desember 1995, ia dan suaminya bersama solat tahajjud untuk kelancaran
kelahiran anak mereka. Jum’at, 22 Desember 1995, selesai solat jum’at, lahirlah
anak pertama mereka. Dedy Qalbu Hadi disepakati mereka untuk menjadi nama saya.
Mereka adalah ibu dan ayah saya. Beiny Dar dan DR. Sutarman M,Sc. Mereka
mengambil nama saya melalui sebuah kota yang berada di Amerika dimana ayah saya
mengambil studi magisternya disana. Illinuois, Dekalb. Dan dari Dekalb itu lah
terbentuk Dedy Qalbu – Hadi.
Diumur
satu tahun, saya harus ditinggal oleh ayah saya yang melanjutkan studi
doktoralnya di Malaysia. Untuk mencukupi kehidupan sehari-hari kami, ia rela
bekerja lepas, sebagai apa saja. Buruh pabrik, pencuci piring restoran, dan
lain sebagainya. Disaat krisis moneter, ayah harus berusaha keras untuk membeli
kebutuhan bayi saya, terutama susu. Dikala itu, tiba-tiba saja harga susu naik
dan menghilang. Ibu harus membeli susu saya dengan susah payah mencari. Belum lagi kebutuhan lainnya, kebutuhan pokok
melambung pesat harganya. Tak dibayangkan pada masa itu bagaimana kami bisa
bertahan hidup. Ayah hanya tiga bulan sekali pulang untuk melihat keadaan kami
di rumah. Cukup mengharukan saat saya
mendengar cerita ibu saya, disaat musim hujan, petir dan guntur yang keras,
saya dan ibu bersembunyi di kamar mandi karena ketakutan yang ibu saya rasa.
Setelah sudah sekian lama ditinggal,
ayah akhirnya menyelesaikan studinya dan menjadi seorang dosen di Universitas
Sumatera Utara. Kehidupan kami belum lepas dari kehidupan dibawah
kesederhanaan. Ditambah lagi sebuah rezeki dari Tuhan Yang Maha Esa, saya
mempunyai seorang adik. 22 September 2000, Sarah Khairunnisa lahir ke dunia
ini.
Adik saya sering sakit-sakitan.
Mungkin pahitnya hidup baru dirasakan ketika adik saya lahir. Hampir setiap
minggu pasti ke rumah sakit. Ibu saya tetap berusaha untuk tetap menjadi wanita
yang tegar dan tetap menyayangi anak yang paling ia sayang. Banyak rumor yang
tak mengenakkan dari berbagai pihak. Para tetangga mengatakan bahwa adik saya
sering sakit-sakitan dikarenakan diganggu oleh makhluk halus. Kebetulan
lingkungan saya, mereka terlalu mempercayai makhluk-makhluk halus. Dan didalam
medis, adik saya hanya sakit biasa yang terjadi pada anak-anak.
Saya memulai sekolah pertama saya di
Taman Kanak-Kanak Al-Ittihad (Nol
Kecil) dan melanjutkan Taman Kanak-Kanak
Muhammadiyah (Nol Besar) dengan luar biasa. Saya sangat bersemangat untuk
bersekolah ketika itu. Dan melanjutkan sekolah dasar di SD Wahidin
Sudirohusodo.
Pada sekolah dasar, saya tidak
menunjukkan banyak prestasi. Saya adalah orang yang sangat pemalu, pesimis dan
suka menyerah. Suatu ketika, saya disuruh untuk mengikuti lomba pidato di kelas
empat. Jangankan untuk berbicara di depan umum, di depan guru saja saya sudah
‘nervous’. Guru saya membimbing saya sehingga saya berhasil dipujuk untuk
mengikuti lomba tersebut. Tangan saya tak berhentinya bergetar ketika saya maju
untuk menyampaikan pidato saya. Dan dari sinilah saya belajar untuk berbicara
didepan umum tanpa canggung.
Saya berhasil lulus SD dan
melanjutkan sebuah sekolah menengah pertama yang tidak favorit. SMP Negeri 39
Medan. Walaupun saya bisa masuk ke sekolah menengah pertama favorit, ibu saya
melarang dikarenakan terlalu jauh untuk saya. Si masa sekolah menengah pertama
ini pun, saya hanya sedikit mengukir prestasi. Saya hanya bisa mendapatkan
juara tiga, empat, dan lima. Disini saya mengenal kehidupan organisasi. OSIS.
Saya menjadi ketua OSIS semasa SMP dan dengan pelajaran pidato ketika SD, saya
cukup berani untuk tampil didepan umum.
Untuk melanjutkan ke sekolah
menengah atas, saya tak bisa melanjutkan ke sekolah yang sangat ingin dituju
para anak SMP, sekolah favorit itu tak bisa saya tuju dikarenaikan nilai UN
saya tak mencukupi, dan saya harus masuk ke sekolah negeri biasa. SMA Negeri 16
Medan. Saya mulai berani menunjukkan siapa diri saya sebenarnya disini. Saya
sering mengikuti lomba pidato dan sering juga saya menjadi juara. Yang paling
saya ingat adalah ketika saya mengikuti lomba pidato yang diadakan oleh
Konsulat Amerika untuk Indonesia. Saya mendapatkan juara ketiga pada lomba itu.
Saya begitu bangga dan terlalu dilema karena perlombaan ini. Saya banyak
mendapatkan pelajaran yang begitu berharga di masa SMA ini. Saya harus berusaha
keras untuk bisa masuk ke PTN yang ingin saya tuju, jurusan yang saya tuju dan
sebagainya. Saya mengikuti bimbingan belajar yang begitu jauh dari rumah saya.
Dan tak jarang hampir larut malam saya bisa sampai ke rumah dengan pakaian
sekolah yang sudah begitu kotor dan bau.
Saya menginginkan masuk ke UGM
(Universitas Gajah Mada) dan UI (Universitas Indonesia) dengan jurusan
psikologi. Tetapi, saya teringat ibu, ayah, dan adik saya. Jika saya pergi jauh
dari rumah, siapa yang bisa membantu orang tua saya lagi? Siapa yang akan
mengantar adik saya untuk pergi kursus? Toh, semua Universitas negeri di
Indonesia ini sama saja. Dan akhirnya dengan berembuk denga orang tua saya,
saya memutuskan untuk mengambil Universitas Sumatera Utara sebagai pilihan
pertama pada SNMPTN.
Dengan kerja keras dan doa selama
ini, Alhamdulillah, saya berhasil menuju salah satu cita-cita saya yaitu
menjadi mahasiswa psikologi. Mengapa saya ingin menjadi mahasiswa psikologi?
Suatu hari saya pernah terbayangkan, ‘Mengapa seseorang bisa sedih? Mengapa
seseorang bisa begitu marah? Mengapa seseorang bisa mengutarakan suara hatinya
dengan begitu indah?’ Semua pertanyaan itu ingin saya temui jawabannya dan
masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan tentang sisi kehidupan manusia yang
hanya bisa dipelajari apabila saya menjadi mahasiswa psikologi. Saya berharap,
saya bisa menjadi seorang psikolog handal yang bisa menjawab
pertanyaan-pertanyaan orang-orang sana yang tak mempunyai kesempatan masuk ke
dunia psikologi secara mendalam dan bisa menjadi panutan di keluarga saya.
1 komentar:
Waww.. Semoga bisa mendapatkan cita-citanya ya!
Posting Komentar