marquee

welcome to my blog!! Enjoy it! DQalb

Selasa, 22 Oktober 2013

Bidadari Dunia



                Terfikir sebuah retorika, mengapa aku bisa hidup di dunia semu ini? Banyak makhluk yang bertopeng, mencari kursi kehidupan yang rapuh, menjaga eksistensi maya dan sebagainya. Aku merasa hidup ini terlalu sulit untuk berhadapan dengan makhluk –makhluk seperti itu.
                Ketika aku kecil, aku sempat bertanya kepada seorang manusia yang aku tak tahu mengapa rautnya begitu indah untuk dipandang. Mengapa ada kehidupan? Mengapa ada pohon? Mengapa harus makan? Mengapa sayur banyak vitamin? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Ia begitu tulus untuk menjawab setiap pertanyaan itu. Aku bahkan tak tahu, mengapa ia bisa menjelaskannya secara detail dan aku begitu percaya dengan setiap omongannya.
                Semakin percaya aku bahwa ia adalah bidadari ketika ia bisa mengusap kepedihan yang aku lukiskan melalui air mata. Saat aku terjatuh dari sepedaku dan aku merasa aku akan mati! Dekapan itu membuat aku hidup kembali. Coba, coba, dan coba. Aku terus mencoba untuk mendapatkan dekapan itu. Memulai sepedaku yang beroda empat, beroda tiga dan akhirnya aku bisa mengendarai sepedaku tanpa bantuan roda tambahan itu.
                Setiap sore kami berjalan, dengan sepeda kecilku, kami berdua, dengan setiap cerita yang begitu antusias aku dengarkan. Tak terasa sudah lima belas menit kami berjalan untuk mencapai rumah nenek. Keringat itu sengaja aku hapus dari keningnya dan aku ambil segelas air putih yang segar untuk menyejukkan tenggorokannya. Aku merasa inikah manusia yang akan membantuku di dunia ini?
                Bidadari mana yang bisa menggantikannya? Saat dingin merasuki setiap jengkal tubuhku, ia sudah berada disisiku? Bidadari mana yang bisa menggantikannya? Ketika aku tak mau makan, ialah pencerita pangeran dan monster jahat? Aku adalah manusia yang paling sempurna saat bidadari ini selalu dekat disampingku.
                Aku mengenal teman dan lingkungan sekitar. Aku begitu banyak mendapatkan pengalaman dari teman sebaya waktu itu. Ketika kami sedang bermain layang-layang, seseorang menyuruhku untuk pulang dan pergi ke mesjid untuk solat. Agh! Aku sedang sibuk bersama teman-temanku! Aku sempat membentaknya. “nanti dulu, bu. Aku masih nunggu layanganku turun.” Ia begitu yakin dengan jawabanku. Aku begitu letih, dan solatpun kutinggal, dan ya, aku juga tak ke mesjid. Waktu telah terlalu larut untuk melaksanakan solat magrib. Ia marah besar kepadaku. Mulai besok, aku tak boleh bermain layangan pada sore hari.
                Agh! Teman. Merekalah setanku waktu itu. Mereka begitu luar biasa menggodaku. Setiap saat, setiap ada celah, mereka pasti menawarkanku kegiatan buruk mereka. Ayolah! Lempar saja jambu itu, orangnya lagi gak ada tuh! Ayo, jangan takut, petasan ini gak akan buat kamu mati kok! Terkadang aku terikuti oleh setiap omongan mereka dan alhasil aku mendapatkan batunya di rumah.
                Mengapa bidadari ini terlalu peduli dengan hidupku? Aku punya kehidupan dan tak ada seorangpun yang bisa mengganggu hidupku! Mungkin ada kata kasar yang tak sengaja aku ucapkan, diam-diam, dini hari, aku melihat seorang bidadari indah, dengan telekung putih menitikkan air mata diatas sejadah. Begitu indah, begitu indah, aku diam-diam masuk kedalam pangkuannya. Dengan cepat ia menghapus setiap titik air mata yang ada di pipinya. “ibu gak papa? Kok nangis?”.Ia hanya tersenyum, banyak nasehat yang ia ceritakan kepadaku disitu. Ntah mengapa, setiap dongeng yang ia ceritakan pasti aku laksanakan di kehidupan yang semu ini.
                Aku begitu yakin, bidadari itu ada. Ketika aku beranjak remaja, teman dan setan selalu menemani langkahku. Perselisihan dengan bidadari ini selalu saja ada setiap hari. Aku mulai bosan dengan setiap ceritanya, aku mulai risih ketika aku berbeda dengan teman-temanku yang mereka selalu bebas dengan kehidupannya, dan aku mulai melanggar setiap peraturan bidadari ini untuk teman yang memperburuk kehidupanku.  Aku mulai meragukan bidadariku ini.
                Susu putih setiap pagi? Nasi goreng yang lezat? Mengapa ia selalu menyiapkanku perbekalan yang cukup untuk kegiatanku setiap hari? “Bagaimana sekolahmu?”. Kalimat inilah yang pertama kali ia ucapkan setiap kali aku pulang sekolah. Tapi aku masih meragukan bidadari ini.
                Mengingatkanku untuk solat melalui telepon? Mengingatkanku untuk pulang? Menungguku pulang sekolah sampai magrib? Mengapa ada seorang bidadari indah seperti ini yang aku sia-siakan? Begitu banyak pertanyaan yang ada di kepalaku ini. Mungkin aku merindukan sebuah dekapan saat aku terluka dalam menjalankan kehidupan ini? Mungkin aku juga merindukan sebuah dongeng monster yang selalu menemaniku setiap malam.
                Semakin aku dewasa, semakin aku tahu, bidadari inilah yang selalu melengkapi hidupku. Yang selalu menyiapkan makan malamku, ketika aku pulang les tambahan sampai jam sepuluh malam? Yang selalu mendoakanku setiap malam untuk setiap cita-citaku? Siapa lagi yang bisa menggantikannya?
                Mungkin wajahnya sudah tak sesegar dulu, tapi jiwanya seakan selalu memudakan dirinya.  Aku mungkin merindukan setiap detik bersamanya. Bersama ketika kami melewati hujan deras dan ia memberikanku jaket hangatnya untukku? Bersama ketika kami takut dalam kilatan petir? Bersama ketika kami menertawakan seorang gila yang memakan sampah?
                Kerinduan ini sudah pupus saat aku dewasa, bidadari ini selalu menyemangatiku dalam hidup, mendengarkan setiap cerita gundahku, membantuku untuk membangun sedini mungkin untuk belajar, menggangguku dalam belajar agar tak terlalu gila, membuatkan teh panas ketika aku sakit.
                Sekarang bidadari ini sudah menjadi temanku, tak ada yang bisa menggantikannya didalam qalbu ini. Ia menggantungkan hidupnya demi aku, sang anak yang terlalu banyak menorehkan cerita singkat didalam kehidupannya. Setiap langkahku, selalu ia tuliskan dalam doa. Menahan sakit yang begitu perih oleh karena aku. Semua itu ia lakukan demi aku.
                Ibulah bidadariku, bidadari duniaku, sang bidadari yang mengenalkan diriku, mengapa aku hidup?
                Ibu        

Selasa, 15 Oktober 2013

Pengajaran Disiplin dan Kepedulian Berdasarkan Budaya dalam Keluarga

Di Indonesia, kebudayaan sangatlah penting dalam aspek kehidupan sehari-hari. Salah satu faktor yang memengaruhi kebudayaan adalah keluarga. Keluarga berperan penuh dalam pengaplikasian kebudayaan ini. Disiplin dan kepedulian merupakan kebudayaan yang ditanamkan sejak dini oleh orang tua untuk memelihara kebudayaan Indonesia yang sopan dan santun. Bukan hanya itu, diharapkan juga dengan pembelajaran ini anak bisa menjadi berkarakter.
          Disiplin adalah kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan atau pengendalian. Tujuan disiplin untuk mengembangkan watak agar dapat mengendalikan diri, bersikap tertib dan efisien. Di dalam keluarga, ini sudah diterapkan dengan contoh-contoh yang sederhana. Seperti; mencuci tangan sebelum makan, sebelum tidur sikat gigi terlebih dahulu, beribadah tepat waktu, dan masih banyak lagi. Upaya ini diterapkan dengan menceritakan kepada anak bahwa apabila setiap kegiatan tidak dimulai dengan mendisiplinkan diri, maka kehidupan mereka akan tak berjalan dengan mulus. Salah satu contohnya adalah tidak mencuci tangan sebelum makan, maka kuman akan masuk kedalam perut yang dapat menyebabkan sakit perut. Orang tua menceritakan bagaimana apabila anak tidak mencuci tangan sebelum makan akan menyebabkan sakit perut dengan cerita yang didramatisir sehingga anak akan takut apabila ia tidak disiplin.
Penerapan disiplin sejak dini akan membantu anak mengenal aturan dan menampilkan perilaku sesuai tuntutan lingkungan. Anak tidak bertindak dengan aturannya sendiri melainkan belajar berkompromi antara dirinya dengan tuntutan-tuntutan yang ada di lingkungan sekitarnya. Kebiasaan disiplin dalam keluarga yang sudah ditanamkan sejak dini akan membantu anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan aturan pada lingkungan baru yang dimasuki, misalnya sekolah.
Dalam penerapan disiplin di keluarga, orang tua berperan aktif dalam membantu peranan disiplin. Orang tua juga harus menyontohkan disiplin kepada anak. Harus ada komitmen oleh orang tua dalam penerapannya. Ketika orang tua menjelaskan perilaku A tidak boleh dilakukan maka akan mendapatkan konsekuensi B, dan konsekuensi itu harus dilaksanakan. Orang tua juga harus mempunyai target yang realistis dalam penerapan disiplin. Meminta anak untuk melakukan kebiasaan disiplin sesuai dengan batas kemampuan dan usianya. Orang tua juga bisa memberikan reward kepada anak untuk memotivasinya agar selalu berbuat disiplin. Reward tidak selalu dalam bentuk barang, akan tetapi bisa dengan aktivitas yang menyenangkan, ucapan dukungan, pelukan, dan sebagainya. Penerapan aturan yang konsisten dari orang tua juga sangat penting agar anak tidak bingung aturan mana yang harus ditaati atau mencari celah aturan mana yang akan dilanggar. Orang tua juga harus memfokuskan aspek disiplin ini dengan memilah-memilah satuan disiplin yang dapat dilaksanakan.
Begitu juga dengan pengajaran kepedulian. Dimulai dari keluarga yang merupakan aspek penting dalam pengajaran ini. Bagaimana anak harus bisa peduli kepada sesama maupun lingkungan. Kepedulian ini dapat membangun karakter anak untuk mempunyai sifat simpati dan empati. Yang mana kepedulian orang dewasa terhadap sesama dan lingkungan tidak berjalan dengan semestinya, orang tua dapat menceritakan kejadian tersebut dan membangun kepedulian anak sejak dini. Kepedulian juga membuat anak lebih mandiri dengan apa yang ia akan lakukan apabila orang tua selalu memberikan masukan positif dan menjadikannya kebudayaan didalam keluarga.
Pengajaran kepedulian yang dimulai sejak dini, melatih anak untuk dapat menjaga konsistensi sesama dan lingkungan. Kemungkinan besar, apabila kepedulian diajarkan sejak dini, kekerasan tidak akan melekat pada dirinya ketika ia akan dewasa, karena pengajaran kepedulian membuat mereka merasa harus menjaga sesama yang erat.
Oleh karena itu, pengajaran disiplin dan kepedulian yang dilakukan di Indonesia sudah menjadi budaya yang relevan dan sudah ‘harus’ dibiasakan sejak dini oleh keluarga. Pengajaran ini juga merupakan aspek penting dalam budaya yang seharusnya dijadikan kebudayaan di Indonesia. Menjadikan anak lebih berkarakter dan bertanggung jawab atas setiap disiplin yang ia lakukan. 

Kamis, 10 Oktober 2013

Who Am I?

Seorang wanita sudah bergegas untuk kelahiran seorang anak lelaki pertamanya. Kamis, 21 Desember 1995, ia dan suaminya bersama solat tahajjud untuk kelancaran kelahiran anak mereka. Jum’at, 22 Desember 1995, selesai solat jum’at, lahirlah anak pertama mereka. Dedy Qalbu Hadi disepakati mereka untuk menjadi nama saya. Mereka adalah ibu dan ayah saya. Beiny Dar dan DR. Sutarman M,Sc. Mereka mengambil nama saya melalui sebuah kota yang berada di Amerika dimana ayah saya mengambil studi magisternya disana. Illinuois, Dekalb. Dan dari Dekalb itu lah terbentuk Dedy Qalbu – Hadi.
Diumur satu tahun, saya harus ditinggal oleh ayah saya yang melanjutkan studi doktoralnya di Malaysia. Untuk mencukupi kehidupan sehari-hari kami, ia rela bekerja lepas, sebagai apa saja. Buruh pabrik, pencuci piring restoran, dan lain sebagainya. Disaat krisis moneter, ayah harus berusaha keras untuk membeli kebutuhan bayi saya, terutama susu. Dikala itu, tiba-tiba saja harga susu naik dan menghilang. Ibu harus membeli susu saya dengan susah payah mencari.  Belum lagi kebutuhan lainnya, kebutuhan pokok melambung pesat harganya. Tak dibayangkan pada masa itu bagaimana kami bisa bertahan hidup. Ayah hanya tiga bulan sekali pulang untuk melihat keadaan kami di rumah.  Cukup mengharukan saat saya mendengar cerita ibu saya, disaat musim hujan, petir dan guntur yang keras, saya dan ibu bersembunyi di kamar mandi karena ketakutan yang ibu saya rasa.
            Setelah sudah sekian lama ditinggal, ayah akhirnya menyelesaikan studinya dan menjadi seorang dosen di Universitas Sumatera Utara. Kehidupan kami belum lepas dari kehidupan dibawah kesederhanaan. Ditambah lagi sebuah rezeki dari Tuhan Yang Maha Esa, saya mempunyai seorang adik. 22 September 2000, Sarah Khairunnisa lahir ke dunia ini.
            Adik saya sering sakit-sakitan. Mungkin pahitnya hidup baru dirasakan ketika adik saya lahir. Hampir setiap minggu pasti ke rumah sakit. Ibu saya tetap berusaha untuk tetap menjadi wanita yang tegar dan tetap menyayangi anak yang paling ia sayang. Banyak rumor yang tak mengenakkan dari berbagai pihak. Para tetangga mengatakan bahwa adik saya sering sakit-sakitan dikarenakan diganggu oleh makhluk halus. Kebetulan lingkungan saya, mereka terlalu mempercayai makhluk-makhluk halus. Dan didalam medis, adik saya hanya sakit biasa yang terjadi pada anak-anak.
            Saya memulai sekolah pertama saya di Taman Kanak-Kanak  Al-Ittihad (Nol Kecil)  dan melanjutkan Taman Kanak-Kanak Muhammadiyah (Nol Besar) dengan luar biasa. Saya sangat bersemangat untuk bersekolah ketika itu. Dan melanjutkan sekolah dasar di SD Wahidin Sudirohusodo.
            Pada sekolah dasar, saya tidak menunjukkan banyak prestasi. Saya adalah orang yang sangat pemalu, pesimis dan suka menyerah. Suatu ketika, saya disuruh untuk mengikuti lomba pidato di kelas empat. Jangankan untuk berbicara di depan umum, di depan guru saja saya sudah ‘nervous’. Guru saya membimbing saya sehingga saya berhasil dipujuk untuk mengikuti lomba tersebut. Tangan saya tak berhentinya bergetar ketika saya maju untuk menyampaikan pidato saya. Dan dari sinilah saya belajar untuk berbicara didepan umum tanpa canggung.
            Saya berhasil lulus SD dan melanjutkan sebuah sekolah menengah pertama yang tidak favorit. SMP Negeri 39 Medan. Walaupun saya bisa masuk ke sekolah menengah pertama favorit, ibu saya melarang dikarenakan terlalu jauh untuk saya. Si masa sekolah menengah pertama ini pun, saya hanya sedikit mengukir prestasi. Saya hanya bisa mendapatkan juara tiga, empat, dan lima. Disini saya mengenal kehidupan organisasi. OSIS. Saya menjadi ketua OSIS semasa SMP dan dengan pelajaran pidato ketika SD, saya cukup berani untuk tampil didepan umum.
            Untuk melanjutkan ke sekolah menengah atas, saya tak bisa melanjutkan ke sekolah yang sangat ingin dituju para anak SMP, sekolah favorit itu tak bisa saya tuju dikarenaikan nilai UN saya tak mencukupi, dan saya harus masuk ke sekolah negeri biasa. SMA Negeri 16 Medan. Saya mulai berani menunjukkan siapa diri saya sebenarnya disini. Saya sering mengikuti lomba pidato dan sering juga saya menjadi juara. Yang paling saya ingat adalah ketika saya mengikuti lomba pidato yang diadakan oleh Konsulat Amerika untuk Indonesia. Saya mendapatkan juara ketiga pada lomba itu. Saya begitu bangga dan terlalu dilema karena perlombaan ini. Saya banyak mendapatkan pelajaran yang begitu berharga di masa SMA ini. Saya harus berusaha keras untuk bisa masuk ke PTN yang ingin saya tuju, jurusan yang saya tuju dan sebagainya. Saya mengikuti bimbingan belajar yang begitu jauh dari rumah saya. Dan tak jarang hampir larut malam saya bisa sampai ke rumah dengan pakaian sekolah yang sudah begitu kotor dan bau.
            Saya menginginkan masuk ke UGM (Universitas Gajah Mada) dan UI (Universitas Indonesia) dengan jurusan psikologi. Tetapi, saya teringat ibu, ayah, dan adik saya. Jika saya pergi jauh dari rumah, siapa yang bisa membantu orang tua saya lagi? Siapa yang akan mengantar adik saya untuk pergi kursus? Toh, semua Universitas negeri di Indonesia ini sama saja. Dan akhirnya dengan berembuk denga orang tua saya, saya memutuskan untuk mengambil Universitas Sumatera Utara sebagai pilihan pertama pada SNMPTN.

            Dengan kerja keras dan doa selama ini, Alhamdulillah, saya berhasil menuju salah satu cita-cita saya yaitu menjadi mahasiswa psikologi. Mengapa saya ingin menjadi mahasiswa psikologi? Suatu hari saya pernah terbayangkan, ‘Mengapa seseorang bisa sedih? Mengapa seseorang bisa begitu marah? Mengapa seseorang bisa mengutarakan suara hatinya dengan begitu indah?’ Semua pertanyaan itu ingin saya temui jawabannya dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan tentang sisi kehidupan manusia yang hanya bisa dipelajari apabila saya menjadi mahasiswa psikologi. Saya berharap, saya bisa menjadi seorang psikolog handal yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan orang-orang sana yang tak mempunyai kesempatan masuk ke dunia psikologi secara mendalam dan bisa menjadi panutan di keluarga saya.