Tiada waktu yang dapat menggantikan
masa ini. Ya, masa ketika moral, etika, ancaman, teman dan faktor puber yang
telah lewat bersemi di masa ini. Sebuah perumpamaan tua bahwa masa SMA
merupakan masa yang paling indah,
sekalipun kau telah bertemu dengan Tembok Cina. Sering kita mendengar
perdebatan besar diantara kita, akan tetapi itu bukanlah masalah yang harus
dibawa sampai bel istirahat berbunyi. Sering juga kita mendengar tawa lantang
teman-teman kita karena dia hanya ingin menutupi masalah besar yang ia punya.
Ya, masa ini. Seekor serigala bermuka domba dan seekor domba bermuka serigala.
Tak ada yang salah dan tak ada yang bisa disalahakan.
Pernah kau merasa terkucilkan karena
kau telah salah menilai sebuah perdebatan, pernah juga kau merasa tinggi saat
kau memenangkan perdebatan itu. Kala ini adalah kala seekor serigala harus
sombong dengan muka dombanya, dan seekor domba harus menutupi muka serigalanya.
Pertama sekali, kita berdiri
bersama, akan tetapi tak mengenal satu sama lain, kala itu adalah sebuah
upacara pertama yang kita ikuti, masa orientasi siswa, ya, apakah kalian masih
ingat? Tak ada tegur sapa, gelisah ingin upacara tersebut cepat berakhir dan
ingin menjumpai teman lama, teman menengah pertama kita. Jangankan kalian, aku
adalah manusia yang paling diam kala itu, tak sebanding dengan aku yang
sekarang ini. Tak bisa dilukiskan aku waktu itu. Dengan celana kebesarana
seperti Elvis dan baju yang sangat rapi, mencari teman yang paling ideal untuk
teman sementara. Saat itu kita semua masih seekor serigala bermuka domba.
Timbul kebencian karena apa yang
kita harapakan tak semudah apa yang kita inginkan. Ya, teman. Sulit untuk
seorang pemuda/i baru selesai puber untuk berinteraksi dan beradaptasi di suatu
lingkungan yang isinya dalah seluruh umat yang baru selesai puber juga.
Lambat laun, itu semua berakhir,
cerita kita semua bermula disini.
Kau mempunyai teman, aku mempunyai
teman, teman adalah kau, kau adalah aku, aku adalah teman kau, masih ingin
mencari apa yang ada didalah hati teman, kau dan aku. Kita coba untuk tertawa bersama, belum untuk
merasakan duka. Layaknya bersenggama, tak ada lagi batas canda kita, tak ada
lagi batas antara hati kita, kau, teman. Tapi, kita masih ragu, apakah kita
akan selalu besama? Apakah canda-canda yang telah kita perbuat bisa menjadi
bahan canda anak cucu kita?
Ya, kita diakhiri dengan akhir dari
permulaan kita, masa kecupuan kita telah hilang dan kita telah dipecah, mencari
teman barru, mencari lingkungan baru, mencari sebuah adaptasi yang harus kita
jadikan sama. Ya, mungkin kala ini juga adalah waktu dimana untuk pertama kali
cepat untuk berinteraksi, mencari teman baru dan mengisi canda yang baru. Tak
ada yang serigala yang mengaku bahwasanya ia adalah serigala. Masih saja tetap
dengan dombanya.
Di masa ini untuk pertama kali juga
kita mengenal sebuah kekompakan yang sangat kental. Sudah mengenal arti duka
bersama teman. Duka yang kita rasakan bersama, saat air itu menetes membasahi
selaput matamu dan kita. Tak peduli apa yang dikatakan orang tentang kekompakan
yang sangat gila, melebihi batas demi kawan. Tapi ini semua belum berakhir. Ada
satu masa lagi yang mana kita harus berpisah karena kesenjangan yang telah kita
perbuat. Mungkin kita adalah keluarga yang tak bisa dipisahkan, teman, tetapi
kita juga adalah lawan didalam kurungan, siapa yang bersungguh-sungguh, ia lah
pemenangnya.
Dan kita harus memecah dan tak
bersama lagi saat kita harus dipisahkan oleh kelas yang berbeda. Mencari teman
baru, mencari lingkungan baru dan mencari sebuah candaan baru. Tapi, kita
merasa berbeda di waktu ini. Aku tak mengenal lagi canda riangmu yang bisa
membumihanguskan seluruh isi bumi ini, aku tak melihat mata yang bisa
berkaca-kaca itu lagi, karena kita sekarang berbeda, bersama teman baru kita
yang berbeda. Kali ini kita memang benar-benar tak mengetahui bahwa kita adalah
serigala. Dan aku yakin, kita merasa jauh.
Kita seakan takut untuk bertegur
sapa sekarang, takut untuk menggangu dengan teman baru. Terkadang kita seakan
membeku untuk memulai candaan itu, tapi takut untuk memulai. Ya, aku mengerti
teman…
Ini adalah waktu penentu kita.
Sebuah waktu, saatnya kita merangkul satu sama lain, walaupun kita berbeda. Aku
masih menerima kita sebagai teman dan aku masih ingin menjadi serigala tanpa
topengku ini…
Tapi situasi yang berbeda ini
membuat kita harus tetap memakainya. Ya, kita harus mengikuti jalur mana yang
harus kita lalui. Sekarang aku berada di hilir dan kau ada di hulu. Mungkin ini
waktu kita untuk berpisah, tapi suatu saat kita pasti bersama di suatu delta yang
dalam dan tak ada yang bisa memisahkan kita.
Saat aku di hilir ini, aku mengenal
banyak teman yang sama dengan diri kita. Aku mencoba untuk menjadi diri kita
dengan teman baru ini dan aku yakin bisa. Kami mengenal banyak duka disini,
canda tawa kami tak bisa terbendung membuat guru-guru yang masuk selalu
tersenyum melihat aksi yang menurutku rumit ini.
Aku dan kita sudah bersama, tiada
yang bisa memisahkan kita selain perbedatan hebat diantara kita.
Pelajaran-pelajaran untuk berbedat dan saling menjatuhkan sudahb biasa terjadi
diantara kita, tapi itu hanya sebatas pelajaran dan selalu berubah disaat bel
istirahat berbunyi. Aku yakin kita mempunyai hati yang sama. Tak ada dendam
diwaktu istirahat dan berubah mencekam saat bel masuk berbunyi.
Masih banyak yang harus ku ceritakan
tentang kita, tapi aku takut untuk melanjutkanya, aku takut untuk mengenang
duka dan suka kita. Aku takut mengenang
saat kita ingin menyatukan satu tujuan akan tetapi tak ada tujuan yang bisa
dituju. Seribu pendapat tak ada yang bisa didengar karena ricuhnya pendapat
kita, kala itu kita ingin menang, tapi musyawarah pendapat adalah pemenangnya.
Aku juga takut mengenang saat kita
membuat sebuah janji yang tak terlupakan, sebuah burung kecil dengan harapan
kecil kita. Dengan semangat menggebu-gebu aku membuat sebuah harapan besar
berharap harapan besar tersebut bisa menjadi kenyataan. Tapi, tak ada satupun
dari kita menetapi janju itu. Aku dengan alasanku dan kau dengan alasanmu juga.
Kau menghina alasanku dan aku tak bisa berkata apa-apa karena aku percaya bahwa
bel istirahat harus berbunyi.
Mungkin tulisan kecil ini adalah
saksi kecil kita.
Teman,
Aku ingin menyimpan semua memori
itu,
Saat aku ingin menyimpan semua puisi
yang telah kau buat, semua lukisan cahaya yang telah kita raih bersama, dan
semua tentang kita.
Aku ingin cerita kita tak berakhir.
Kita berbeda
Insha Allah.